Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pondasi Shalat Ini Untuk Siapa?

Pondasi Shalat Ini Untuk Siapa?


اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُه . بِسْـــمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ . اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِهٖ وَاَصْحَبِهٖ اَجْمَعِيْنَ
Alhamdulillah hari ke-12 ini proses pembanguan masjid Al-Amin Desa Sagarahiang sudah mulai menggali pondasi. Tak terbayang, jika sejak awal proses pengerjaan ini dilakukan hanya dengan tenaga manusia. Mungkin untuk meruntuhkan tembok saja butuh waktu berbulan-bulan. Wasilahnya menggunakan Ekskavator atau beko pengerjaannya bisa menghemat waktu. Semoga ke depannya berjalan lancar, cepat dan akurat.

Pondasi merupakan hal utama dalam membangun. Karena pondasi ini akan menentukan ketahanan bangunan dalam memikul beban di atasnya. Semakin kuat pondasi, maka akan semakin kokoh bangunan. Begitupun dengan agama Islam. Islam didasari dengan 5 pondasi utama yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan ibadah haji bagi yang mampu. Tulisan ini sedikit mengulas tentang pentingnya pondasi shalat bagi umat Islam. Karena rukun Islam harian ini adakalanya disia-siakan oleh kita yang sedang lalai. Khususnya warga kampung seperti saya ini.

Subhanallah, sungguh agak aneh tapi nyata. Betapa pemalunya masyarakat di kampung kami. Ini terbukti, ketika kami menawari makanan atau minuman. Mereka menolaknya dengan halus. “Mangga, mangga lajengkeun…”, katanya. Padahal sesungguhnya kami menawari dengan serius. Bukan tawar gatra, bukan basa-basi. Lucunya, ketika diajak shalat pun, respon spontan yang muncul tak jauh beda ketika ditawari makanan. Apakah shalat sama dengan makan?

Dan justru sangat baik jika shalat disamakan dengan makan sebagai kebutuhan pokok. Bukankah kebanyakan manusia berkata bahwa kesibukannya dalam bekerja adalah untuk mencari sesuap nasi. Untuk makan dirinya dan keluarga. Hatta orang yang berlimpah ruah kekayaan sekalipun ada saja yang berkata demikian. Begitu dipentingkannya makanan sebagai kebutuhan dasar jasmaniyah. Sedangkan shalat sebagai kebutuhan dasar ruhaniyah, hanya sedikit yang memprioritaskannya.

Ini terbukti dengan banyaknya pengabaian terhadap kewajiban harian tersebut. Berbagai alibi meluncur dari mulut hamba-hamba yang lalai. Ada yang mengatakan sibuk, capek, tanggung dengan pekerjaan, dan sebagainya. Rutinitas ritual ibadah yang hanya memakan waktu sekitar 25 menit dalam sehari. Dan itupun masih tersisa kurang lebih 1.415 menit untuk aktivitas di luar shalat yang wajib tersebut. Ternyata masih banyak yang melalaikannya.

Dalam buku Kedekatan Bahasa Indonesia Dengan Bahasa Arab. Ketika pidato prosesi pengukuhan sebagai guru besar UPI, Almarhum Prof. Dr. Dede Nurjaman, M.Pd menggambarkan keteledoran hamba terhadap shalat 5 waktu dalam bentuk syair pepeling berbahasa Sunda, seperti berikut:

Goreng lampah ti kapungkur
Kana ni’mat henteu syukur
Nu kitu goreng ka masyhur
Sabab embung shalat zuhur

Jadi jalma susur sasar
Nafsu amarah diumbar
Batur salat jig ka pasar
Sabab embung salat asar

Jadi jalma henteu galib
Teu percaya kanu gaib
Batur salah ieu nyilib
Sabab embung salat magrib

Jadi jalma ieu dosa
Pagawean memperkosa
Batur salat henteu kersa
Sabab embung salat isya

Jadi jalma siga lungguh
Pagawean henteu puguh
Batur salat ieu tunduh
Sabab embung salat subuh
……

Padahal kita sering diingatkan juga oleh para ulama, bahwa shalat itu tiangnya agama. Jika seorang hamba meninggalkan shalat, berarti dia meruntuhkan agamanya. Sebaliknya jika mendirikan shalat, maka dia sudah mengokohkan agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa shalat ini menjadi barometer kehidupan beragama seseorang. Bagaimana sikap seorang muslim terhadap kewajiban yang fundamental ini menunjukkaan kualitas keislamannya. 

Dalam literasi islami lainnya disebutkan shalat ini sebagai wadahnya amal. Kendatipun banyak amal yang dilakukan seorang muslim, kalau shalatnya nihil maka tidak sempurna. Hal ini sering diilustrasikan dengan menimba air. Timba sebagai shalat, sedangkan air sebagai banyaknya amal yang dilakukan. Jika timba yang digunakan untuk mengangkut air tersebut bolong dan rusak, maka sangat sulit mendapatkan air yang maksimal. Bahkan mungkin tidak menghasilkan apa-apa selain lelah.

Maka dari itu memperbaiki shalat kita ini adalah urgen. Dan shalat itu bukan untuk orang lain. Bukan untuk Allah juga. Seluruh umat manusia beribadah kepada Allah, tidak akan menambah kemuliaan Allah. Karena Allah sudah Maha Mulia tanpa ibadah hamba-Nya. Demikian juga sebaliknya, jika seluruh umat ini meninggalkan shalat, tidak akan mengurangi kemahamuliaan Allah Swt. Jadi, shalat ini untuk siapa kalau bukan untuk kita sendiri. 

Dengan shalat yang serius ini kita akan ditolong Allah agar terjaga dari perbuatan keji dan munkar. Melalui shalat dan sabar pula kita diperintahkan untuk memohon pertolongan Allah. Manfaat shalat juga dapat membersihkan daki-daki dosa dari kemaksiatan yang kerap kita perbuat. Bukankah Rasulullah pernah bersabda yang artinya:

 “Tahukah kalian seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang diantara kalian, lalu ia mandi dari sungai itu setiap hari lima kali. Apakah akan tersisa kotorannya walaupun sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikitpun kotorannya”. Beliau bersabda, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Semoga bermanfaat.


2 komentar untuk "Pondasi Shalat Ini Untuk Siapa?"